SISTEM KOLOID
SISTEM
KOLOID
1. Pengertian
Koloid
Pengertian koloid adalah
campuran heterogen dari dua zat atau lebih di mana partikel-partikel zat
berukuran antara 1 hingga 1000 nm terdispersi (tersebar) merata dalam medium
zat lain. Zat yang terdispersi sebagai partikel disebut fase terdispersi,
sedangkan zat yang menjadi medium mendispersikan partikel disebut medium
pendispersi.
Secara makroskopis,
koloid terlihat seperti larutan, di mana terbentuk campuran homogen dari zat terlarut
dan pelarut. Namun, secara mikroskopis, terlihat seperti suspensi, yakni
campuran heterogen di mana masing-masing komponen campuran cenderung saling
memisah.
Warna pada cat
berasal dari warna pigmen yang sebenarnya tidak larut dalam air ataupun medium
pelarut lainnya. Namun demikian, cat terlihat seperti campuran yang homogen
layaknya larutan garam dan bukan seperti campuran heterogen layaknya campuran
pasir dengan air. Hal ini terjadi sebagaimana cat merupakan sistem koloid
dengan pigmen terdispersi dalam air atau medium pelarut cat lainnya.
2. Jenis-jenis
Koloid
Sistem koloid dapat
dikelompokkan berdasarkan fase terdispersi dan fase pendispersinya. Berdasarkan
fase terdispersi, jenis koloid ada tiga, antara lain sol (fase tersispersi
padat), emulsi (fase terdispersi cair), dan buih (fase terdispersi gas). Koloid
dengan fase pendispersi gas disebut aerosol.
Berdasarkan fase
terdispersi dan pendispersinya, jenis koloid dapat dibagi menjadi 8 golongan
seperti pada tabel berikut.
Fase Terdispersi
|
Fase Pendispersi
|
Jenis Koloid
|
Contoh Koloid
|
Cair
|
Gas
|
Aerosol
|
Kabut, awan, hair spray
|
Padat
|
Gas
|
Aerosol
|
Asa, debu di udara
|
Gas
|
Cair
|
Buih
|
Buih sabun, krim kocok
|
Cair
|
Cair
|
Emulsi
|
Susu, santan, mayonnaise
|
Padat
|
Cair
|
Sol
|
Sol emas, tinta, cat, pasta gigi
|
Gas
|
Padat
|
Buih padat
|
Karet busa, Styrofoam, batu apung
|
Cair
|
Padat
|
Emulsi padat (gel)
|
Margarin, keju, jelly, mutiara
|
Padat
|
Padat
|
Sol padat
|
Gelas berwarna, intan hitam
|
3. Sifat-sifat
Koloid
1)
Efek
Tyndall
Ketika seberkas cahaya diarahkan kepada larutan, cahaya
akan diteruskan. Namun, ketika berkas cahaya diarahkan kepada sistem koloid,
cahaya akan dihamburkan. Efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid ini
disebut efek Tyndall. Efek Tyndall dapat digunakan untuk membedakan sistem
koloid dari larutan. Penghamburan cahaya ini terjadi karena ukuran partikel
koloid hampir sama dengan panjang gelombang cahaya tampak (400 – 750 nm).
Eksperimen efek Tyndall: Cahaya diteruskan melalui larutan (kiri) tetapi
dihamburkan oleh sistem koloid Fe2O3 (kanan).
(Sumber: Brown, Theodore L. et al. 2015. Chemistry: The Central Science (13th edition). New Jersey: Pearson Education, Inc.)
(Sumber: Brown, Theodore L. et al. 2015. Chemistry: The Central Science (13th edition). New Jersey: Pearson Education, Inc.)
2)
Gerak Brown
Secara mikroskopis, partikel-partikel koloid
bergerak secara acak dengan jalur patah-patah (zig-zag) dalam medium
pendispersi. Gerakan ini disebabkan oleh terjadinya tumbukan antara partikel
koloid dengan medium pendispersi. Gerakan acak partikel ini disebut gerak
Brown. Gerak Brown membantu menstabilkan partikel koloid sehingga tidak terjadi
pemisahan antara partikel terdispersi dan medium pendispersi oleh pengaruh gaya
gravitasi.
4. Muatan
koloid
a)
Adsorpsi
Partikel koloid dapat menyerap
partikel-partikel lain yang bermuatan maupun tidak bermuatan pada bagian
permukaannya. Peristiwa penyerapan partikel-partikel pada permukaan zat ini
disebut adsorpsi. Partikel koloid dapat mengadsorpsi ion-ion dari medium
pendispersinya sehingga partikel tersebut menjadi bermuatan listrik. Jenis
muatannya bergantung pada muatan ion-ion yang diserap. Sebagai contoh, sol
Fe(OH)3 dalam air bermuatan positif karena mengadsorpsi ion-ion positif,
sedangkan sol As2S3 bermuatan negatif karena mengadsorpsi ion-ion negatif.
b)
Elektroforesis
Partikel koloid dapat bergerak dalam medan
listrik. Hal ini menunjukkan bahwa partikel koloid bermuatan listrik.
Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik di mana partikel bermuatan
bergerak ke arah elektrode dengan muatan berlawanan ini disebut elektroforesis.
Koloid bermuatan positif akan bergerak ke arah elektrode negatif, sedangkan
koloid bermuatan negatif akan bergerak ke arah elektrode positif. Oleh karena
itu, elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan koloid dan
juga untuk memisahkan partikel-partikel koloid berdasarkan ukuran partikel dan
muatannya.
c)
Koagulasi
Muatan listrik sejenis dari partikel-partikel
koloid membantu menstabilkan sistem koloid. Jika muatan listrik tersebut
hilang, partikel-partikel koloid akan menjadi tidak stabil dan bergabung
membentuk gumpalan. Proses pembentukan gumpalan-gumpalan partikel ini disebut
koagulasi. Setelah gumpalan-gumpalan ini menjadi cukup besar, gumpalan ini
akhirnya akan mengendap akibat pengaruh gravitasi. Koagulasi dapat
dilakukan dengan empat cara, yaitu: mekanik, yakni dengan pengadukan, pemanasan
atau pendinginan; menggunakan prinsip elektroforesis, di mana partikel-partikel
koloid bermuatan negatif akan digumpalkan di elektrode positif dan
partikel-partikel koloid bermuatan positif akan digumpalkan di elektrode
negatif jika dialirkan arus listrik cukup lama; menambahkan elektrolit, di mana
ion positif dari elektrolit akan ditarik partikel koloid bermuatan negatif dan
ion negatif dari elektrolit akan ditarik partikel koloid bermuatan positif
sehingga partikel-partikel koloid dikelilingi oleh lapisan kedua yang memiliki
muatan berlawanan dengan lapisan pertama. Apabila jarak antara kedua lapisan
tersebut cukup dekat, muatan partikel koloid akan menjadi netral sehingga
terjadilah koagulasi. Semakin besar muatan ion dari elektrolit, proses
koagulasi semakin cepat dan efektif; menambahkan koloid lain dengan muatan
berlawanan, di mana kedua sistem koloid dengan muatan berlawanan akan saling
tarik-menarik dan saling mengadsorpsi sehingga terjadi koagulasi. Koagulasi
dapat dicegah dengan penambahan koloid pelindung, yakni suatu koloid yang
berfungsi menstabilkan partikel koloid yang terdispersi dengan membungkus
partikel tersebut sehingga tidak dapat saling bergabung membentuk gumpalan.
5. Pembuatan
Koloid
1)
Pembuatan Koloid Dengan Cara Kondensasi
Pada cara ini,
partikel-partikel kecil (partikel larutan) bergabung menjadi partikel-partikel
yang lebih besar (partikel koloid), yang dapat dilakukan melalui:
Contoh: pembuatan
sol belerang
2H2S(g) + SO2(aq) →
3S(koloid) + 2H2O(l)
- Hidrolisis
Contoh: pembuatan
sol Fe(OH)3 dengan menambahkan larutan FeCl3 ke dalam air mendidih FeCl3(aq)
+ 3H2O(l) → Fe(OH)3(koloid) + 3HCl(aq)
- Dekomposisi
rangkap
Contoh: pembuatan
sol AgCl AgNO3(aq) + HCl(aq) → AgCl(koloid) + HNO3(aq)
- Penggantian
pelarut
Contoh: bila
larutan jenuh kalsium asetat dicampur dengan alkohol akan terbentuk suatu
koloid berupa gel
2)
Pembuatan
Koloid Dengan Cara Dispersi
Pada cara ini,
partikel-partikel besar (partikel suspensi) dipecah menjadi partikel-partikel
yang lebih kecil (partikel koloid), yang dapat dilakukan melalui:
- Cara mekanik
Pada cara ini, butiran-butiran kasar digerus
ataupun digiling dengan penggiling koloid hingga tingkat kehalusan tertentu
lalu diaduk dalam medium pendispersi. Contoh: sol belerang dapat dibuat dengan
menggerus serbuk belerang bersama-sama dengan gula pasir, kemudian serbuk yang
sudah halus tersebut dicampur dengan air.
- Cara peptisasi
Pada cara ini, partikel-partikel besar
dipecah dengan bantuan zat pemeptisasi (pemecah). Contoh: endapan Al(OH)3 dipeptisasi
oleh AlCl3; endapan NiS oleh H2S; dan agar-agar dipeptisasi oleh air.
- Cara busur Bredig
Cara ini digunakan untuk membuat sol-sol
logam seperti Ag, Au, dan Pt. Logamyang
akan dijadikan koloid digunakan sebagai elektrode yang dicelupkan dalam medium
pendispersi lalu kedua ujung elektroda diberi loncatan listrik.
Comments
Post a Comment