MAKALAH AGAMA ISLAM "AKHLAK TERHADAP SESAMA MANUSIA YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEHATAN"
MAKALAH AGAMA ISLAM
“AKHLAK TERHADAP SESAMA MANUSIA
YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEHATAN”
KELOMPOK
II KEPERAWATAN






















PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAH GRAHA
MEDIKA
KOTAMOBAGU
2013
A. PENGERTIAN
AKHLAK
Kata
“Akhlak” berasal dari Bahasa Arab, Jamak dari Khuluq, yang artinya tabiat, budi
pekerti, watak, atau kesopanan.Sinonim kata Akhlak ialah tatakrama, kesusilaan,
sopan santun (Bahasa Indonesia), moral, ethic (Bahasa Inggris), ethos, ethikos
(Bahasa Yunani).
Untuk
mengetahui definisi Akhlak menurut istilah, dibawah ini terdapat beberapa
definisi yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya:
a. Ibnu Maskawaih mendefinisikan,
Akhlak adalah sikap jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan (terlebih dahulu);
b. Prof. DR. Ahmad Amin menjelaskan, sementara
orang membuat definisi Akhlak, bahwa yang disebut Akhlak ialah kehendak yang
dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan
itu dinamakan Akhlak;
c. Al-Qurthuby mendefinisikan, Akhlak
adalah suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopanannya yang
disebut Akhlak, karena perbuatan itu termasuk bagian darinya;
d. Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy
mendefinisikan, Akhlak adalah suatu pembawaan dalam diri manusia, yang dapat
menimbulkan perbuatan baik, dengan cara yang mudah (tanpa dorongan dari orang
lain);
e. Abu Bakar Jabir Al-Jazairy
mendefinisikan, Akhlak adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia,
yang menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang
disengaja;
f. Imam Al-Ghazali mendefinisikan Akhlak adalah
suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu
perbuatan yang gampang dilakukan, tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih
lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut
ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia
melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk.
·
Al-Qurthuby
menekankan bahwa akhlak itu merupakan bagian dari kejadian manusia.Oleh karena
itu, kata al-khuluk tidak dapat dipisahkan pengertiannya dengan kata
al-khiiqah, yaitu fitrah yang dapat mempengaruhi perbuatan setiap manusia.
·
Imam
Al-Ghazaly menekankan, bahwa Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
manusia, yang dapat dinilai baik atau buruk, dengan menggunakan ukuran ilmu
pengetahuan dan norma agama.
·
Muhammad
bin Ilaan Ash-Shadieqy, Ibnu Maskawaih dan Abu Bakar Jabir Al-Jazairy
menekankan, bahwa Akhlak adalah keadaan jiwa yang selalu menimbulkan perbuatan
yang gampang dilakukan. Meskipun ketiganya menekankan keadaan jiwa sebagai
sumber timbulnya akhlak, namun dari sisi lain mereka berbeda pendapat, yaitu:
ü Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy
menekankan hanya perbuatan baik saja yang disebutnya akhlak;
ü Ibnu Maskawaih menekankan seluruh
perbuatan manusia yang disebutnya akhlak;
ü Abu Bakar Jabir Al-Jazairy
menjelaskan perbuatan baik dan buruk yang disebutnya akhlak.
B.
JENIS-JENIS AKHLAK
Utama
akhlak menyatakan, bahwa Akhlak yang baik merupakan sifat para Nabi dan orang-orang
Shiddiq, sedangkan akhlak yang buruk merupakan sifat Syaithan dan orang-orang
yang tercela.
Maka
pada dasarnya, Akhlak itu menjadi 2 (dua) jenis, diantaranya:
·
Akhlak
baik atau terpuji (Al-Akhlaaqul Mahmuudah), yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan,
sesama manusia, dan makhluk-makhluk yang lain. Akhlak yang baik yaitu akhlak
yang diridhoi oleh ALLAH S.W.T., akhlak yang baik itu dapat diwujudkan dengan
mendekatkan diri kita kepada ALLAH yaitu dengan mematuhi segala perintah-Nya
dan meninggalkan semua larangan-Nya, mengikuti ajaran-ajaran dari Sunnah
Rasulullah S.A.W, mencegah diri kita untuk mendekati yang ma’ruf dan menjauhi
yang munkar, seperti firman ALLAH dalam Surat Ali-Imran ayat 110 yang artinya:
“Kamu adalah umat yang terbaik untuk manusia, menuju kepada yang ma’ruf dan
mencegah yang munkar dan beriman kepada ALLAH”.
Akhlak yang baik menurut Imam Ghazali ada 4 (empat) perkara,
yaitu bijaksana, memelihara diri dari sesuatu yang tidak baik, keberanian
(menundukkan kekuatan hawa nafsu), dan bersifat adil. Jelasnya, ia merangkum
sifat-sifat seperti berbakti pada keluarga dan Negara, hidup bermasyarakat dan
bersilaturahim, berani mempertahankan agama, senantiasa bersyukur dan berterima
kasih, sabar dan ridha dengan kesengsaraan, berbicara benar dan sebagainya.
Dalam mengamalkan sifat-sifat mahmudah atau etika hidup yang
murni, ia merangkumi banyak aspek antaranya:
- Akhlak
Terhadap Diri Sendiri, seperti menjaga kesihatan diri, membersih jiwa
daripada akhlak yang buruk dan keji serta tidak melakukan perkara-perkara
maksiat.
- Akhlak
Terhadap Keluarga, seperti pergaulan dan komunikasi yang baik antara suami
isteri, berbuat baik kepada kedua ibu bapa, menghormati yang lebih tua dan
mengasihi orang-orang muda daripada kita.
- Akhlak
Terhadap Masyarakat, seperti sentiasa menjaga amanah, menepati janji,
berlaku adil, menjadi saksi yang benar dan sebagainya.
Akhlak yang baik yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama
manusia, dan makhluk-makhluk yang lain. Akhlak yang baik terhadap Tuhan antara
lain:
·
Bertaubat
(At-Taubah), yaitu suatu sikap yang menyesali perbuatan buruk yang pernah
dilakukannya dan berusaha menjauhinya, serta melakukan perbuatan baik;
·
Bersabar
(Ash-Shabru), yaitu suatu sikap yang betah atau dapat menahan diri pada
kesulitan yang dihadapinya. Tetapi bukan berarti bahwa sabar itu langsung
menyerah tanpa upaya untuk melepaskan diri dari kesulitan yang dihadapi oleh
manusia. Maka sabar yang dimaksudkannya adalah sikap yang diawali dengan
ikhtisar, lalu diakhiri dengan ridha dan ikhlas, bila seseorang dilanda suatu
cobaan dari Tuhan;
·
Bersyukur
(Asy-Syukru), yaitu suatu sikap yang selalu ingin memanfaatkan dengan
sebaik-baiknya, nikmat yang telah diberikan oleh ALLAH kepadanya, baik yang
bersifat fisik maupun non fisik. Lalu disertai dengan peningkatan pendekatan
diri kepada yang member nikmat, yaitu ALLAH;
·
Bertawakkal
(At-Tawakkal), yaitu menyerahkan segala urusan kepada ALLAH setelah berbuat
semaksimal mungkin, untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkannya. Oleh karena
itu, syarat utama yang harus dipenuhi bila seseorang ingin mendapatkan sesuatu
yang diharapkannya, ia harus lebih dahulu berupaya sekuat tenaga, lalu
menyerahkan ketentuannya kepada ALLAH. Maka dengan cara yang demikian itu,
manusia dapat meraih kesuksesan dalam hidupnya;
·
Ikhlas
(Al-Ikhlaash), yaitu sikap menjauhkan diri dari riya (menunjuk-nunjukkan kepada
orang lain) ketika mengerjakan amal baik, maka amalan seseorang dapat dikatakan
jernih, bila dikerjakannya dengan ikhlas;
·
Raja
(Ar-Rajaa), yaitu sikap jiwa yang sedang menunggu (mengharapkan) sesuatu yang
disenangi dari ALLAH S.W.T., setelah melakukan hal-hal yang menyebabkan
terjadinya sesuatu yang diharapkannya. Oleh karena itu, bila tidak mengerjakan
penyebabnya, lalu menunggu sesuatu yang diharapkannya, maka hal itu disebut
“tamanni”;
·
Bersikap
takut (Al-Khauf), yaitu suatu sikap jiwa yang sedang menunggu sesuatu yang
tidak disenangi dari ALLAH, maka manusia perlu berupaya agar apa yang
ditakutkan itu, tidak akan terjadi.
Akhlak
yang baik terhadap sesama manusia antara lain:
·
Belas
kasihan atau sayang (Asy-Syafaqah), yaitu sikap jiwa yang selalu ingin berbuat
baik dan menyantuni orang lain;
·
Rasa
persaudaraan (Al-Ikhaa), yaitu sikap jiwa yang selalu ingin berhubungan baik
dan bersatu dengan orang lain, karena ada keterikatan bathin dengannya;
·
Member
nasihat (An-Nashiihah), yaitu suatu upaya untuk memberi petunjuk-petunjuk yang
baik kepada orang lain dengan menggunakan perkataan, baik ketika orang yang
dinasihati telah melakukan hal-hal yang buruk, maupun belum. Sebab kalau dinasihati
ketika ia telah melakukan perbuatan buruk, berarti diharapkan agar ia berhenti
melakukannya. Tetapi kalau dinasihati ketia ia belum melakukan perbuatan itu,
berarti diharapkan agar ia tidak akan melakukannya;
·
Memberi
pertolongan (An-Nashru), yaitu suatu upaya untuk membantu orang lain, agar
tidak mengalami suatu kesulitan;
·
Menahan
amarah (Kazmul Ghaizhi), yaitu upaya menahan emosi, agar tidak dikuasai oleh
perasaan marah terhadap orang lain;
·
Sopan
santun (Al-Hilmu), yaitu sikap jiwa yang lemah lembut terhadap orang lain,
sehingga dalam perkataan dan perbuatannya selalu mengandung adab kesopanan yang
m]ulia;
·
Suka
memaafkan (Al-Afwu), yaitu sikap dan perilaku seseorang yang suka memaafkan kesalahan orang lain yang pernah diperbuat
terhadapnya.
b.
Akhlak buruk atau tercela (Al-Akhlaqul Madzmuumah), yaitu perbuatan buruk
terhadap Tuhan, sesama manusia, dan makhluk-makhluk yang lain. Akhlak yang
buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji, seperti iri hati, ujub, dengki,
sombong, munafik, hasud, berprasangka buruk, dan penyakit-penyakit hati yang
lainnya, akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik
bagi orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan
lingkungan sekitarnya.
Akhlak
yang buruk yaitu perbuatan buruk terhadap Tuhan, sesama manusia, dan
makhluk-makhluk yang lain. Akhlak yang buruk terhadap Tuhan antara lain:
1. Takabbur (Al-Kibru), yaitu suatu
sikap yang menyombongkan diri, sehingga tidak mengakui kekuasaan Allah di alam
ini, termasuk mengingkari nikmat Allah yang ada padanya;
2. Musyrik (Al-Isyraak), yaitu suatu
sikap yang mempersekutukan Allah dengan makhluk-Nya, dengan cara menganggapnya
bahwa ada suatu makhluk yang menyamai kekuasaan-Nya;
3. Murtad (Ar-Riddah), yaitu sikap yang
meninggalkan atau keluar dari agama Islam, untuk menjadi kafir;
4. Munafiq (An-Nifaaq), yaitu suatu
sikap yang menampilkan dirinya bertentangan dengan kemauan hatinya dalam
kehidupan beragama;
5. Riya (Ar-Riyaa), yaitu suatu sikap
yang selalu menunjuk-nunjukkan perbuatan baik yang dilakukannya. Maka ia
berbuat bukan karena Allah, melainkan hanya ingin dipuji oleh sesama manusia.
Jadi perbuatan ini kebalikan dari sikap ikhlas;
6. Boros atau berpoya-poya (Al-Israaf),
yaitu perbuatan yang selalu melampaui batas-batas ketentuan agama. Tuhan melarang
bersikap boros, karena hal itu dapat melakukan dosa terhadap-Nya, merusak
perekonomian manusia, merusak hubungan sosial, serta merusak diri sendiri;
7. Rakus atau tamak (Al-Itirshul atau
Ath-Thama’u), yaitu suatu sikap yang tidak pernah merasa cukup, sehingga selalu
ingin menambah apa yang seharusnya ia miliki, tanpa memperhatikan hak-hak orang
lain. Hal ini termasuk kebalikan dari rasa cukup (Al-Qana’ah) dan merupakan
akhlak buruk terhadap Allah, karena melanggar ketentuan larangan-Nya.
Akhlak
yang buruk terhadap sesama manusia antara lain:
a) Mudah marah (Al-Ghadhab ), yaitu
kondisi emosi seseorang yang tidak dapat ditahan oleh kesadarannya, sehingga
menonjolkan sikap dan perilaku yang tidak menyenangkan orang lain. Kemarahan
dalam diri setiap manusia, merupakan bagian dari kejadiannya. Oleh karena itu,
agama Islam memberikan tuntunan, agar sifat itu dapat terkendali dengan baik;
b) Iri hati atau dengki (Al-Hasadu atau
Al-Hiqdu), yaitu sikap kejiwaan seseorang yang selalu menginginkan agar
kenikmatan dan kebahagiaan hidup orang lain bisa hilang sama sekali. Atau iri
hati atau Dengki artinya merasa tidak senang
jika orang lain mendapatkan kenikmatan dan berusaha agar kenikmatan tersebut
cepat berakhir dan berpindah kepada dirinya, serta merasa senang kalau orang
lain mendapat musibah. Sifat dengki ini berkaitan dengan sifat iri. Hanya saja
sifat dengki sudah dalam bentuk perbuatan yang berupa kemarahan, permusuhan,
menjelek-jelekkan, menjatuhkan nama baik orang lain.
c) Mengadu-adu (An-Namiimah), yaitu
suatu perilaku yang suka memindahkan perkataan seseorang kepada orang lain,
dengan maksud agar hubungan social keduanya rusak;
d) Mengumpat (Al-Ghiibah), yaitu suatu
perilaku yang suka membicarakan perkataan seseorang kepada orang lain;
e) Bersikap congkak (Al-Ash’aru), yaitu
suatu sikap dan perilaku yang menampilkan kesombongan, baik dilihat dari
tingkah lakunya maupun perkataannya;
f) Sikap kikir (Al-Bukhlu), yaitu suatu
sikap yang tidak mau memberikan nilai materi dan jasa kepada orang lain.
C.
AKHLAK DAN KESEHATAN
Tak bisa dipungkiri bahwa sejak jaman dulu
kesehatan adalah suatu hal yang paling utama dan paling dicari oleh manusia.
Karena dengan tubuh yang sehat maka aktivitas sehari-hari akan terasa nyaman.
Hidup juga akan terasa lebih tenang. Lain halnya bila tubuh kita terserang
penyakit maka aktivitas sehari-hari akan terganggu dan luapan emosional akan
lebih mudah muncul sehingga kita akan lebih mudah marah, mudah jengkel dan
membuat hidup semakin tidak nyaman.
Menurut penelitian terkini dari negara-negara
maju ditemukan bahwa penyakit-penyakit fisik yang ada sekarang ini 53%
penyebabnya adalah berasal dari faktor psikis atau kejiwaan yang berawal dari
pola berpikir dan bertindak kita sehari-hari. Bisa berawal dari tekanan atau
banyaknya pekerjaan dikantor, problematika rumah tangga, lingkungan dan lain
sebagainya yang akhirnya tanpa disadari akan memacu kerja otak dan emosional
seseorang secara berlebihan dan akhirnya muncul berbagai penyakit yang
menderanya. Kemudian diikuti oleh faktor-faktor lain yaitu 18% dari faktor
keturunan, 19% faktor lingkungan, 10% pelayanan kesehatan.
Menurut Islam semua musibah atau bencana yang
mendera manusia adalah disebabkan oleh perbuatan manusia itu sendiri, baik itu
berupa penyakit, kecelakaan, kehilangan, bencana alam, bahkan hingga kematian.
Hal ini sudah sesuai dengan firman Allah QS. An-Nissa, 4:79 yang berbunyi:
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari
Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu
sendiri … “
Jelaslah sekarang bagi kita bahwa menurut Islam
bukan hanya 56% tapi hampir 100% penyakit itu awalnya dari perbuatan kita
sendiri.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai
hubungan suami dengan isteri dan anak, isteri dengan suami dan anak, anak
dengan orangtua. Dimana sering terjadi kesalahpahaman yang menyebabkan emosi masing-masing pihak
muncul kepermukaan.
Misal suami pulang terlambat kerumah karena
sedang banyak perkerjaan, isteri bukannya bertanya dengan baik kenapa suaminya
pulang terlambat malah berpikir dan menuduh suaminya macam-macam.
Demikian juga bila suami merasa kurang dilayani
dengan baik oleh isteri bukannya memberitahu dan membimbing dengan baik malah
langsung marah-marah dan berkata kasar.
Anak juga demikian bila mempunyai keinginan minta
dibelikan sesuatu akan memaksa tanpa melihat kondisi orang tua sehingga
orangtua akan kelabakan mencarikan dana untuk menuruti keinginan anak.
Itu hanya masalah rumah tangga saja, belum lagi
nanti masalah dilingkungan tempat tinggal kita, lingkungan pekerjaan, dimana
akan banyak masalah yang menyebabkan emosi kita mudah terpancing dan muncul
kepermukaan. Dan hal itu sudah jamak kita dengar dan akhirnya menjadi suatu
kebiasaan yang dipandang wajar, padahal mengumbar emosi sebenarnya adalah suatu
hal yang dilarang oleh Allah Ta’ala. Tapi tanpa kita sadari hal yang dilarang
oleh Allah Ta’ala itulah yang sering menghiasi keseharian kita.
Disatu sisi kita berusaha agar rajin sholat,
rajin mengaji,menjalankan puasa wajib maupun sunnah, berqurban, berzakat atau
mungkin berhaji dengan hanya berharap pahala dari Sang Khaliq tapi tanpa kita
sadari pula disisi lain dengan kita mengumbar hawa nafsu (baca: emosi) hanya
akan menyebabkan kita akan semakin jauh dari jalan Allah Ta’ala.
Sebenarnya itulah yang menyebabkan Allah SWT
memberikan peringatan kepada kita (misal penyakit) agar kita mau kembali ke
jalan yang benar, jalan yang dirahmati dan diridhoi Alah SWT. Dan ini sesuai
dengan firman Allah QS. Yunus, 10:57 yang berbunyi:
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam
dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.
Beriman disini maksudnya agar kita mau mengimani
ayat-ayat Allah SWT yaitu Al-Qur’an. Mengimani berarti percaya, percaya berarti
mau mengerti dan memahami lalu melaksanakan apa-apa yang tertulis di Al-Qur’an,
sehingga dengan demikian insyaallah Allah SWT akan berkenan melimpahkan
rahmatNya, memberi kesembuhan atas penyakit yang diderita dan menjauhkan kita
dari segala marabahaya, amin.
Selama ini jika kita sakit banyak hal yang kita
usahakan agar bisa sembuh seperti pergi ke dokter, minum obat, minum jamu,
pijat, pergi ke tabib atau bahkan kerokan. Itu semua adalah hal yang wajar, itu
adalah bentuk ikhtiar kita dalam rangka mencari kesembuhan. Bahkan pengobatan
yang telah lama ada di dunia seperti meminum madu pun adalah termasuk ikhtiar
dan madu adalah merupakan salah satu obat yang memang disebut Allah Ta’ala bisa
menyembuhkan penyakit seperti yang tersebut dalam QS. An-Nahl, 16:69 yang
berbunyi:
” … Dari perut lebah itu keluar minuman (madu)
yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan”.
Semua yang kita lakukan seperti yang tersebut
diatas adalah bentuk ikhtiar kita dalam mencari kesembuhan tapi ada satu bentuk
ikhtar yang sering kita lupakan. Kita sering lupa berikhtiar untuk segera
kembali pada jalanNya, bersegera memohon ampunan atas dosa-dosa kita dan
memohon agar diberi kesembuhan.
Sebenarnya penekanan Allah SWT adalah kepada
perbaikan akhlak kita sebagai umat manusia, hamba Allah yang diharapkan
ketakwaannya setiap hari, setiap waktu terus bertambah dan bertambah sehingga
bisa dimasukkan ke dalam golongan hamba hamba Allah yang muttaqien, amien.
Akhlak disini adalah perilaku kita sehari-hari,
perilaku seorang muslim yang seharusnya mencerminkan semangat rahmatan lil
‘alamin. Selalu membawa kedamaian, kebahagiaan dan ketentraman dimana saja dan
buat siapa saja. Perilaku yang tidak menyimpang dan sesuai dengan ayat-ayat
Allah Ta’ala.
Contoh perilaku yang menyimpang dari ajaran yang
sering kita lakukan tanpa kita sadari adalah keseharian kita dalam bertindak
yang mungkin mudah marah atau jengkel bila ada suatu masalah, mudah putus asa,
ghibah, merasa pendapat kita yang paling benar, tidak mau mendengarkan nasehat
orang lain dan lain sebagainya.
Dimana bila perilaku itu kita lakukan terus
menerus dalam kehidupan kita sehari-hari, walaupun awalnya merupakan dosa kecil
tapi bila kita lakukan setiap hari dan sudah bertahun-tahun lamanya maka akan
menjadi dosa besar, dimana dari perilaku kita yang kurang terpuji (baca : aklak
yang kurang baik) akan menjadikan Allah SWT menurunkan peringatan kepada kita
berupa penyakit.
Comments
Post a Comment